Amrita Bhasin, seorang wanita penggemar berusia 24 tahun dari New Jersey, mengungkapkan dalam wawancara dengan AP News bahwa dia terpaksa mempertimbangkan ulang pembelian masker wajah favoritnya dari merek MediHeal dan U-Need. Kebijakan tarif yang baru diberlakukan membuatnya khawatir tidak akan mampu lagi membeli produk tersebut dalam jangka waktu tiga bulan ke depan.
Mary Lovely, seorang peneliti senior di Peterson Institute for International Economics, juga menyuarakan keprihatinannya akan dampak lebih dari sekedar aspek finansial. Budaya pop Korea, termasuk K-beauty, K-drama, dan K-pop, telah menjadi bagian dari gelombang global yang turut mempengaruhi banyak orang di seluruh dunia. Dikatakan bahwa kenaikan tarif sebesar 25 persen tidak hanya akan memengaruhi aksesibilitas produk-produk kecantikan Korea, namun juga akan mengurangi antusiasme konsumen yang setia.
Lebih dari sekedar soal produk, budaya fanatisme di industri K-pop turut menjadi sorotan. Sebuah artikel dari Quartz menekankan bahwa fandom K-pop bukan sekadar tentang pembelian album dan merchandise, tetapi juga merupakan wujud loyalitas, identitas, dan upaya membangun komunitas yang kuat di antara para penggemar.
Pebisnis eceran K-pop yang berbasis di Amerika Serikat, seperti Choice Music LA dan Hello82, yang mengandalkan impor langsung dari Korea, saat ini berada dalam posisi yang sangat rentan. Dampak kenaikan biaya impor dapat menyebabkan keterlambatan pengiriman, harga yang lebih tinggi, serta pemangkasan benefit pre-order eksklusif yang selama ini menjadi daya tarik utama bagi para penggemar setia.
Keputusan yang diambil dapat mengguncang industri hiburan dan kecantikan Korea Selatan serta menyulitkan pelaku bisnis dan penggemar di berbagai penjuru dunia. Menanti perkembangan lebih lanjut terkait kebijakan tarif baru ini tentu menjadi perhatian bersama bagi semua pihak yang terlibat dalam industri K-pop yang begitu dinamis dan berpengaruh.