Kasus pembatalan hasil pemilihan presiden putaran pertama oleh Mahkamah Konstitusi Rumania (CCR) seharusnya menjadi refleksi berharga bagi negara-negara lain, khususnya Indonesia, yang terus berupaya memperkuat sistem demokrasi di tengah meningkatnya ancaman dunia maya. Insiden ini menyoroti eskalasi serangan siber berskala negara sebagai alat strategis, bukan sekadar tindak kriminal online, melainkan senjata geopolitik untuk meruntuhkan kepercayaan publik terhadap demokrasi.
Hasil investigasi badan keamanan dan intelijen Rumania menunjukkan, pemilu tersebut tidak hanya terganggu oleh peretasan massif terhadap infrastruktur penting seperti sistem pemilu dan server penyelenggara, tetapi juga oleh gelombang disinformasi yang didukung secara finansial dan teknis oleh pihak asing. Tercatat lebih dari 85.000 serangan siber dalam periode kritis pemungutan suara, menunjukkan intensitas dan keterorganisasian tingkat tinggi yang sulit dicapai tanpa dukungan negara lain. Selain itu, berbagai platform media sosial menjadi ladang penyebaran misinformasi yang diarahkan untuk mempengaruhi persepsi warga, khususnya dengan mendukung calon presiden pilihan kelompok luar yang mempunyai afiliasi geopolitik jelas.
Kampanye disinformasi juga melibatkan penggunaan dana ilegal dari luar negeri, yang diberikan kepada para influencer lokal untuk menyebarluaskan narasi tertentu demi menguntungkan satu pihak. Akibat kombinasi serangan teknologi dan manipulasi opini inilah, Mahkamah Konstitusi menilai proses pemilu telah kehilangan dasar hukum dan integritas sehingga menuntut seluruh hasil putaran pertama dibatalkan serta pemilu ulang dilaksanakan demi memastikan keabsahan dan keadilan demokrasi.
Indonesia sangat mungkin menghadapi ancaman serupa, mengingat luasnya akses internet di masyarakat dan ketergantungan pada sistem digital dalam penyelenggaraan pemilu. Ancaman terhadap sistem KPU atau infrastruktur penting lainnya akan berakibat fatal, tidak hanya membentuk persepsi publik yang salah, namun juga dapat memicu krisis kepercayaan tingkat nasional. Selain itu, ketika isu-isu kebangsaan ditunggangi oleh narasi luar yang penuh kepalsuan, konsekuensinya adalah pecahnya persatuan bangsa serta terbukanya peluang intervensi asing yang langsung melemahkan kedaulatan.
Penting bagi Indonesia untuk menempatkan keamanan siber pemilu sebagai agenda prioritas nasional. Langkah strategis yang perlu diambil tidak sebatas pengamanan teknis, melainkan revitalisasi koordinasi antara POLRI, BSSN, Komdigi, serta TNI dari sudut pandang pertahanan negara. Komitmen negara seyogianya diwujudkan dalam peningkatan perangkat pengawasan, sistem pelacakan pelaku asing, serta edukasi massif ke masyarakat terkait literasi digital agar tidak mudah terhasut provokasi daring. Upaya bersama ini sangat dibutuhkan untuk melindungi demokrasi Indonesia dari serangan siber yang semakin nyata, kompleks, dan memiliki dimensi jangkauan global yang tak mudah diprediksi.
Sumber: Ancaman Nyata Invasi Siber: Serangan Hibrida, Disinformasi Digital, Dan Ancaman Terhadap Demokrasi Indonesia
Sumber: Ancaman Nyata Invasi Siber: Ketika Demokrasi Di Indonesia Terancam

