Dalam era digital yang semakin maju, ancaman keamanan siber telah menjadi risiko utama bagi perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Menurut penelitian tahun 2022 yang dilakukan oleh Sheehan dkk, ancaman keamanan siber tidak hanya berdampak pada kelangsungan bisnis, tetapi juga dapat menyebabkan pelanggaran privasi. Selain itu, ancaman tersebut juga dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan. Cybersecurity Ventures memperkirakan kerugian akibat ancaman keamanan siber di tahun 2025 mencapai 10,5 triliun USD, naik dari 8 triliun USD di tahun 2023.
Menurut Nida Rubini, seorang peneliti Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), sistem pertahanan keamanan siber yang kuat menjadi sangat penting mengingat besarnya kerugian yang dapat ditimbulkan. Banyak korporasi di tingkat nasional maupun global yang saat ini menawarkan layanan perlindungan keamanan siber. Contohnya, perusahaan seperti radika karya utama dan Edavos di tingkat nasional, serta ByteDance yang melindungi platform TikTok di tingkat global.
Namun, masih sering ditemukan kegagalan dalam memberikan perlindungan data, seperti dalam kasus tuduhan terhadap TikTok oleh Parlemen Amerika Serikat. Menurut James Andrew Lewis, Direktur Program Teknologi Strategis di CSIS Amerika Serikat, tuduhan-tuduhan semacam itu juga memiliki dimensi politik yang kuat.
Untuk mengatasi tantangan keamanan siber ini, perusahaan-perusahaan dan pemerintah perlu bekerja sama dalam mengembangkan strategi yang efektif untuk melindungi data, privasi, dan kepentingan ekonomi dari ancaman yang terus berkembang di dunia digital. Dibutuhkan langkah-langkah proaktif untuk memitigasi risiko dan menjaga keamanan secara keseluruhan.
