Penegakan hukum di negara ini masih menjadi persoalan serius. Seorang Ibu rumah tangga bernama Sulastri harus diseret ke muka persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang dalam sebuah perkara pidana teregister Dalam Perkara Nomor : 1259/Pid.B/2024/PN Tng, berdasarkan dakwaaan oleh Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kota Tangerang. Sulastri didakwa melakukan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan.
Penasihat Hukum Terdakwa Dinalara Butarbutar.,SH.,MH. Dan H.M ALI UDIN SH, saat dihubungi usai pembacaan pledoinya (Nota Pembelaan) tanggal 24 Oktober 2024 mengutarakan, selama persidangan perkara ini tidak satupun saksi yang menyatakan kliennya Sulastri telah menerima uang pembayaran dari PT. KML yang mejadi Korban Pelapor dalam perkara ini.
Awalnya, Dinalara beserta tim kuasa hukum, menaruh harapan besar kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis Kony Hartanto, SH,. Fakta-fakta hukum telah dikumpulkan selama persidangan.
“Kami heran mengapa perkara ini bisa meluncur deras ke persidangan karena tidak satupun saksi yang diperiksa, telah diperiksa khusus untuk kepentingan pemeriksaan penyelidikan dan Penyidikan atas terlapor dan tersangka Sulastri,” ujarnya seperti dikutip, Sabtu (26/10)
Melihat hasil persidangan, sambung dia, menjadi jelas mengapa pihak penyidik maupun penuntut umum yang menangani perkara aquo buru-buru melimpahkan pokok perkara perkara aquo untuk diperiksa untuk menggugurkan Permohonan Praperadilan yang Terdakwa ajukan sebagaimana teregister pada perkara nomor : 11/Pid.Pra/2024/PN Tng.
Namun, pengguguran permohonan pra peradilan Terdakwa menelan korban berupa berantakannya berkas perkara Penuntut Umum dalam perkara aquo karena memang penuntut umum tidak memiliki waktu lagi “memperbaiki” berkas perkara aquo. Ujar Dosen Universitas Pakuan Bogor ini prihatin.
Lebih rinci, Dinalara menjelaskan, jika Terdakwa ditetapkan sebagai tersangka karena Pengembangan perkara laporan H.Risan, namun di dalam dakwaan Perbuatan. H.Risan tidak pernah dijuntokan dengan Pasal 55 KUHP maupun Pasal 56 KUHP tentang Penyertaan (Deelneming) dan memang dalam uraian dakwaan nya juga perbuatan pidana itu diuraikan tanpa menyebutkan terjadi atau dilakukan H. Risan,M.Si.,MH bersama Terdakwa Sulastr.
Dan terbukti di persidangan ini dengan tidak adanya Terdakwa Sulastri menerima uang hasil penjualan tanah ahli waris almarhum H. Dulhamid, maka jelas tidak mungkin ada kerja sama atau meeting of mind antara Risan dengan Sulastri hal mana secara Teori menjadi syarat terjadinya suatu Tidak Penyertaan (Deelneming).
Argumen penuntut umum didorong oleh fakta karena Terdakwa merupakan istri H.Risan, M.Si.,M.H, namun fakta itu tidak otomatis dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan Terdakwa terlibat dengan apapun kesalahan atau perbuatan suaminya H.Risan, M.Si.,M.H.
Oleh karena itu, Dinalara meminta Penuntut umum harus dapat membuktikan adanya meeting of mind antara Terdakwa dengan Dader atau pelakunya yakni H.Risan, M.Si.,M.H hal itu yang tidak mungkin ada karena seluruh saksi menyatakan Terdakwa tidak menerima uang hasil penjualan tanah dari PT.KML.
H.M Aliudin, SH, juga Kuasa Hukum Sulastri mengatakan, tuntutan untuk Risan selaku Dader atau pelaku adalah 8 (delapan) bulan namun, Terdakwa yang didakwa selaku Medepleger atau turut serta dituntut sebanyak 1 tahun dan 6 bulan padahal Sulastri tidak ada menerima uang hasil pembayaran dari Pihak. PT.KML.
Kuasa hukum memberikan pesan kepada hakim agar memutuskan dengan hati nurani dan rasional. Kuasa hukum masih percaya dan yakin ada keadilan yang dapat diberikan oleh hakim berdasarkan fakta di persidangan dan dilapangan.
H.M Aliudin SH selaku Badan Relawan Prabowo (BRP) sekaligus kuasa hukum terdakwa memberikan pesan kepada pemerintah untuk memberantas mafia-mafia tanah karena banyak korban-korban atau rakyat kecil yang tidak berani melawan. Hak-haknya dirampas oleh Mafia Tanah bahkan diberi dengan harga yang sangat murah sekali oleh pihak mafia tanah.