Industri fesyen lokal di Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan yang menjadi sorotan utama dalam sesi JF3 Talk 2025 volume satu. Dalam acara tersebut, tema yang diangkat adalah “Recrafted a New Vision: Redefining Indonesia’s Competitive Edge in the Global Market.”
Astrela dari brand Bespoke menyatakan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam industri mode saat ini adalah perubahan tren fesyen yang cepat. Penting bagi industri untuk memahami keinginan pasar sambil tetap mempertahankan identitas brand mereka. Forecast tren menjadi kunci untuk menggabungkan nilai brand dengan permintaan pasar.
Di sisi lain, untuk jenama Matahari dari Timur yang menggunakan kain dari Sumba, para perajin yang tidak mengikuti tren dianggap sebagai tantangan tersendiri. Selain itu, masalah ekonomi yang mendesak membuat beberapa perajin beralih ke bahan non-natural atau bahkan berhenti menenun karena sulit menjual produk mereka.
Arif dari jenama Mr.A menyoroti pentingnya “recrafted” dan keberlanjutan sebagai masa depan desain fesyen. Menurutnya, fokus seharusnya bukan hanya pada hal-hal yang sudah ada, tetapi juga pada potensi yang belum dieksplorasi. Saat terlibat dalam acara di Thailand, motif tenun atau batik Indonesia seringkali terlihat mirip dengan wastra setempat. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan motif baru yang benar-benar mencerminkan kekhasan budaya Indonesia.
Perihal keberlanjutan, produk upcycle dianggap sulit untuk meyakinkan konsumen untuk membeli barang berbahan bekas, sebagaimana dikemukakan oleh Elok dari Dola’ap Kebaya. Ia juga menekankan bahwa konsumen saat ini cenderung lebih memperhatikan harga, sehingga sulit untuk menjual produk keberlanjutan dengan harga premium.