Kabar terbaru mengenai dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji di Kementerian Agama menjadi perbincangan hangat dalam berbagai media, baik cetak, siaran, televisi, maupun media sosial. Hal ini tidaklah asing, sudah berulang kali berita sejenis muncul dalam beberapa tahun terakhir. Modus korupsi yang disebutkan melibatkan pemindahan alokasi kuota haji reguler ke kuota haji khusus, yang seharusnya diatur sesuai dengan Undang-Undang No.8 tahun 2019. Dari kuota 221.000 jamaah yang diberikan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi kepada Indonesia, seharusnya 92% dialokasikan untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, terdapat indikasi penunjukkan kuota yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Pengawas dari DPR RI menemukan bahwa Kementerian Agama melakukan perubahan alokasi kuota tanpa berkonsultasi dengan DPR RI, yang pada tahun 2024 bahkan menambah kuota untuk Indonesia namun dialokasikan tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Kini, isu korupsi dalam penyelenggaraan haji semakin marak, dan KPK telah turut serta untuk mengusut kasus ini. Banyak pihak bertanya-tanya mengapa instansi yang seharusnya menjaga keberkahan dan kesejahteraan malah terlibat dalam korupsi, serta sejauh mana sistem pengawasan internal dan eksternal sudah berjalan efektif.
Dalam hal penyelenggaraan haji, terdapat sejumlah permasalahan yang dialami oleh jamaah haji Indonesia, mulai dari keterlambatan transportasi hingga kualitas pelayanan. Untuk mengatasi masalah ini, DPR berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut. Sembari itu, perlu dilakukan penguatan pengawasan dalam penyelenggaraan haji, mengingat munculnya berbagai pelanggaran aturan dan janji. Hal ini juga sejalan dengan upaya revisi Undang-Undang No.8 Tahun 2019 yang bertujuan untuk merombak sistem penyelenggaraan haji agar lebih transparan dan efektif.
Dalam konteks pengawasan, perlu ditekankan bahwa pengawasan harus dimulai sejak tahap perencanaan, sehingga memastikan semua kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan utama dari pengawasan adalah memberikan kepastian hukum, meningkatkan kualitas pelayanan, serta melindungi hak dan kepentingan jamaah haji. Dengan adanya pengawasan yang kuat dan efektif, diharapkan penyelenggaraan haji dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat yang maksimal bagi semua pihak yang terlibat.