Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor, Burhanuddin, mengatakan akan memanggil pihak RSUD Leuwiliang dan Dinas Kesehatan terkait video cekcok keluarga pasien. Pemerintah kabupaten akan menindaklanjuti video viral mengenai cekcok antara keluarga pasien dengan pihak RSUD Leuwiliang. Pihak rumah sakit dan Dinas Kesehatan akan dipanggil untuk mencari tahu permasalahan sebenarnya.
“Persisnya saya belum itu (cek), nanti Senin saya mau evaluasi. Evaluasi (pemanggilan), Dinkes, RS nanti (ditanya), sebetulnya masalahnya di mana. Pokoknya gini, sekecil apapun kalau itu untuk kebaikan akan kita evaluasi,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor Burhanuddin, Minggu (12/11/2023).
Sebelumnya, beredar viral di media sosial X dan Twitter tentang cekcok antara keluarga pasien dengan pihak RSUD Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Diduga, cekcok tersebut terkait dengan mobil ambulans.
Video itu diunggah akun Twitter @bogorfess_. Dalam video tersebut tampak sejumlah orang yang berteriak-teriak di area RSUD Leuwiliang. Terlihat, beberapa pria terus memaki petugas rumah sakit hingga harus ditahan oleh orang di sekitarnya.
Menurut keterangan, ada pasien koma yang membutuhkan ambulans, namun ambulansnya disembunyikan akhirnya ketahuan, ambulansnya ada di gudang RSUD Leuwiliang Bogor.
Pihak rumah sakit pun sempat angkat bicara terkait viralnya video tersebut. Secara garis besar, cekcok terjadi ketika kedatangan pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas pada Kamis 9 November 2023.
Ketika keluarga ingin merujuk pasien dan dokter menjelaskan prosedur rujukan antarrumah sakit harus melalui SPGDT (Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu). Sehingga rumah sakit tempat rujukan mengetahui kondisi dan kebutuhan pasien.
Setelah rumah sakit yang dituju siap menerima pasien, maka pasien akan diantar menggunakan ambulans rumah sakit didampingi oleh tenaga kesehatan RSUD Leuwiliang. Tetapi setelah dijelaskan, keluarga pasien tetap akan membawa pasien memakai kendaraan sendiri,” kata Direktur RSUD Leuwiliang dr. Vitrie Winastri.
Dokter, lanjut Vitrie, melakukan edukasi ulang terkait prosedur SPGDT beberapa kali untuk menjaga agar kondisi pasien tetap stabil. Suami dan keluarga tetap menolak menggunakan sistem Rujukan SPGDT dan tetap akan menggunakan kendaraan sendiri. “Ternyata petugas rumah sakit melihat telah ada kendaraan yang menjemput pasien,” tutupnya.