Seorang wanita berusia 30-an yang akan menikah dengan pasangan yang ditemuinya melalui layanan AI, mengatakan, “Awalnya saya merasa ragu dan cemas dalam menggunakan sistem ini, namun saya senang memiliki keberanian untuk mendaftar.” Mayu Komori, kepala administrator biro anak dan remaja di Prefektur Shiga, menyarankan agar mereka yang mendaftar untuk layanan ini serius dalam niat untuk menikah, mengingat biaya pendaftaran yang cukup tinggi, yaitu 15.000 yen untuk dua tahun.
“Banyak orang juga merasa yakin karena ini dijalankan oleh pemerintah prefektur,” tambah Komori.
Takeaki Uno, seorang profesor teori algoritma di Institut Informatika Nasional yang terlibat dalam pengembangan sistem di Prefektur Ehime, mengatakan penggunaan AI dalam layanan perjodohan memperluas jangkauan mitra potensial. “Dari segi efektivitas biaya, lebih mudah digunakan dibandingkan swasta, dan memberikan keuntungan bagi banyak orang,” ujarnya.
Jepang sejak lama mengalami masalah rendahnya angka kelahiran. Krisis demografi Jepang semakin memburuk, karena negara tersebut mengalami penurunan populasi terbesar dan tingkat kelahiran rekor terendah pada 2019 akibat resesi seks. Data statistik pemerintah Jepang mengungkapkan hal tersebut.