Publik, terutama para Swifties, terus membicarakan rilisan terbaru Taylor Swift, “The Tortured Poets Department.” Selain dari sisi musik, evolusi album ini juga terlihat dari segi mode. Sebelumnya, Swift terinspirasi oleh cerita dongeng untuk album “Speak Now” (2010), gaya ibu rumah tangga tahun 1950-an untuk album “Red” (2012), dan kisah peri kayu untuk album “Folklore” (2020).
Sarah Chapelle, yang merupakan otak di balik Instagram dan blog populer Taylor Swift Style, mengatakan bahwa pasti ada gaya ‘akademisi sastra’ dalam album Swift yang terbaru ini. Meskipun visualnya tidak sebanyak seperti sebelumnya, namun album ini menceritakan kisah yang sangat kohesif yang jelas menunjukkan inspirasi dari penyair perempuan masa lalu.
Pemenang 14 Piala Grammy ini telah memberikan petunjuk tentang arah musiknya yang akan datang pada akhir tahun lalu. Salah satunya, Swift tampil dalam serangkaian penampilan preppy street style dengan mantel kotak-kotak, rok lipit, sepatu pantofel, dan sweater kasmir yang terinspirasi dari lemari busana Sylvia Plath.
Chapelle menyatakan bahwa Taylor adalah seseorang yang menyukai sejarah dan terlihat terinspirasi oleh karya sastra dari masa lalu, sehingga ada dasar kuat dalam album terbarunya ini. Swift, dalam dunia album yang sedikit lebih ‘berat’, mengajak para penggemar untuk membuka kamus mereka.
Sylvia Plath, yang memiliki banyak kesamaan dengan Swift dalam hal prosa dan motif kotak-kotak, juga dikenal karena cinta akan lipstik merah. Suaminya, Ted Hughes, bahkan mengingatnya dalam sebuah puisi dengan kata-kata “Merah adalah warnamu… Bibirmu berwarna merah tua.”