Hanane Sabre, seorang pengungsi Palestina berusia 41 tahun, mengatakan bahwa mereka hidup di kondisi neraka bersama anak-anaknya yang tidak tahan lagi tinggal di tenda yang beruap. Dia merasa kelelahan karena teriknya cuaca, disertai dengan nyamuk dan lalat yang mengganggu mereka siang dan malam.
Mervat Alian, seorang perempuan pengungsi dari Gaza, mengungkapkan bahwa tugas sehari-hari seperti memasak dan membersihkan dilakukan di dalam tenda yang panas. Mereka merasakan seakan-akan hidup di dalam kuburan, di mana kehidupan sudah tidak terasa lagi.
Setidaknya dua anak Palestina telah meninggal akibat gelombang panas di Gaza, menurut laporan dari badan pengungsi PBB, UNRWA, pada Minggu, 28 April 2024. Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, menyatakan kekhawatirannya atas kondisi tersebut, di mana para pengungsi harus menghadapi kematian, kelaparan, penyakit, pengungsian, dan tinggal di bangunan yang mirip rumah kaca di bawah teriknya matahari.
Menurut UNRWA, para pengungsi hanya memiliki akses kurang dari satu liter air per orang per hari untuk minum, mencuci, dan mandi, jauh dari standar minimal 15 liter menurut Standar Sphere.