Kehidupan menjadi lebih sulit bagi para pengungsi yang tinggal di tenda-tenda. Pekan lalu, suhu sudah mencapai 30 derajat celsius, mengubah tenda pengungsi yang terbuat dari terpal dan plastik menjadi seperti “oven raksasa.”
Di sebidang tanah di pinggiran kota paling selatan di perbatasan Mesir, sekitar 20 tenda telah dipasang, semuanya ditutupi dengan kain besar yang terbentang di atasnya, sebagaimana dilaporkan oleh TRT World, dikutip Rabu, 1 Mei 2024. Namun, kain tipis berwarna gelap tersebut tidak cukup untuk melindungi dari panas matahari yang intens pada akhir April.
Cuaca kering juga membuat sulit bagi pengungsi di Rafah untuk mendapatkan air minum dan makanan. “Air yang kami minum sudah hangat,” kata Ranine Aouni al-Arian, seorang perempuan Palestina yang mengungsi dari kota terdekat Khan Yunis yang hancur, kepada AFP. “Anak-anak kami tidak tahan dengan panas dan digigit oleh nyamuk serta diserang oleh lalat.”
Ia membawa bayi yang wajahnya penuh gigitan serangga dan mengatakan bahwa ia kesulitan menemukan “pengobatan atau solusi.” Di sekitarnya, kawanan lalat dan serangga lain terus berdengung. “Ini merupakan pertama kalinya kami melihat begitu banyak lalat, karena sampah dibuang di mana-mana,” ujar pengungsi lainnya, Aala Saleh.