Belasan santri di wilayah Serpong, Tangerang Selatan, mengaku menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual di salah satu pondok pesantren (ponpes). Beberapa korban bahkan sudah melaporkan hal ini kepada polisi.
Kekerasan fisik dan pelecehan seksual tersebut telah terjadi sejak lama, namun baru terungkap belum lama ini berkat peran salah satu ustazah ponpes berinisial A. Setelah ditelusuri, satu per satu santri mulai membuka suara dan mengakui bahwa mereka mengalami kekerasan dan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh kepala sekolah (Kepsek) ponpes.
“Aku melaporkan ke Kemenag bahwa ada 13 anak, sebenarnya banyak tapi cuma itu saja yang aku dapat pengakuan langsung,” kata A.
A yang baru satu tahun menjadi guru di ponpes tersebut curiga saat melihat kebiasaan tak lazim di mana para santriwati terbiasa menciumi tangan Kepsek berinisial H di mana pun mereka bertemu.
“Pada awal Desember 2022, anak-anak ini terbiasa mencium tangan kepsek. Aku merasa karena mereka sudah remaja, seharusnya dibatasi. Akhirnya aku berkumpul dengan mereka dan memberikan penjelasan tentang batasan-batasan antara muhrim dan bukan muhrim,” ujarnya.
Saat memberikan penjelasan tersebut, beberapa santriwati langsung mengaku adanya sentuhan fisik yang lebih dari sekadar mencium tangan Kepsek H. Selain pelecehan seksual, para santri juga menyebut adanya kekerasan fisik yang dialami.
“Dari situ, anak-anak mulai mengungkapkan keluhan mereka. Mereka mengatakan bahwa ada yang pernah ditampar dan dipegang-pegang oleh kepsek,” ucap A menirukan salah satu keluhan dari santri.
Setelah mendengar banyak pengakuan, A merasa syok. Dia kemudian menyampaikan informasi tersebut kepada gurunya untuk disampaikan kepada pihak yayasan. Beberapa video pengakuan santri bahkan direkam untuk memperkuat pengaduan tersebut.