DPR.COM NEWS, KETAPANG – Sejak tahun 2012, Desa Kuala Tolak telah mengeluarkan Surat Keterangan yang mengatur pembagian lahan ke PT.KAL sebanyak 4000 hektar, terbagi menjadi lahan inti plasma (2000 hektar) dan konservasi (2000 hektar), serta uang kompensasi dan tali asih/derasah. Pada tanggal 22 Desember 2015, Bupati Ketapang mengeluarkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk PT.KAL. Pada tahun 2016, Koperasi Lestari Abadi dibentuk dengan masa kepengurusan hingga tahun 2020.
Selanjutnya, SK CPCL disahkan oleh Bupati Ketapang pada tahun 2021 dengan 1.170 KK, dan pada bulan Maret 2021, PT.KAL bersama Koperasi LAB membuat Surat Perjanjian Kerjasama Kemitraan yang mencakup lahan plasma seluas 298 hektar. Pada bulan Juli 2022, dilakukan Penilaian Fisik tahap 1 dengan hasil 99 hektar lahan menghasilkan. Pengurus Koperasi LAB yang baru terbentuk dengan masa jabatan 2023-2027 hanya memberikan uang talangan kepada anggotanya sejak tahun 2021-2023, bukan dari hasil kebun plasma.
Dalam wawancara dengan Bujang Basri, pimpinan Serikat Tani Nelayan (STN) Ketapang, yang didampingi ratusan korban yang juga anggota STN Ketapang, menuntut ganti rugi atas kerugian akibat tanaman PT.KAL di lahan 4000 hektar tanpa MOU yang kuat secara hukum. Jika PT.KAL tidak bisa mengganti kerugian, maka lahan harus dikembalikan kepada Desa Kuala Tolak. Ketua STN Ketapang berencana untuk membawa PT.KAL ke jalur hukum sesuai dengan UU yang berlaku.
Ratusan anggota STN Ketapang juga meminta pemerintah untuk mencabut IUP PT.KAL sebelum eksploitasi masyarakat dan desa semakin parah. Setelah wawancara selesai, massa STN Ketapang membubarkan diri.