Warga merasa tidak bebas berkegiatan, padahal selama ini hidup mereka tergantung pada alam. Mereka pula yang menjaga lingkungan sesuai petuah leluhur. Jalan panjang ditempuh untuk mengembalikan hutan negara ke masyarakat adat, hingga akhirnya pada Desember 2021, 662 hutan adat Cibarani yang dituntut, negara mengembalikan 490 hektare.
“Kalau dipasrahkan negara ke adat, tidak boleh dijual ke orang lain karena itu milik komunal,” ujar Abad Dulhani, jero Kasepuhan Cibarani. Setelah status hukum hutan adat itu diperjelas, masyarakat bisa kembali mengelola hutan adat seperti cara leluhur mereka.
Annas pun mengingatkan bahwa kebijakan pemerintah harus memperhatikan kebutuhan masyarakat adat. Walau komunitasnya kecil, tidak sebesar masyarakat urban, mereka cuma punya ruang hidup di hutan atau kawasan konservasi sehingga tidak bisa asal memindahkan.
“Kalau mau pindah, pindah ke mana? Kan susah. Walau wilayahnya sama-sama hutan, tapi kan beda, apalagi kalau dipindah ke kebun raya, mereka enggak akan hidup,” ujarnya.
Di sisi lain, Direktur Program Kehutanan KEHATI Samedi menyatakan bahwa sebaliknya, manusia juga harus menjaga keanekaragaman hayati. Tanpa adanya keanekaragaman hayati, tidak ada lagi masa depan untuk manusia. “Apalagi kalau semuanya punah, kita mungkin enggak ada lagi,” ucapnya.